PESTA ADAT MARIMPA SALO
Sebagaimana diketahui masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat majemuk dengan ditandai oleh banyaknya suku bangsa yang
masing-masing menunjukkan budayanya yang unik dan khas dan menjadi kebanggaan
bangsa Indonesia serta mengandung
nilai-nilai budaya yang dapat dimanfaatkan.
Kabupaten
Sinjai sebagai salah satu wilayah yang berada dalam wilayah Negara Republik
Indonesia juga memiliki kekayaan dan keanekaragaman budaya yang khas dan unik.
Kekayaan budaya tersebut masih bisa ditemukan dan dinikmati hingga saat ini.
Salah satunya adalah tradisi atau atraksi budaya Marimpa Salo yang dilaksanakan
di Sungai Appareng
oleh masyarakat di dua desa
yaitu Desa Sanjai Kecmatana Sinjai Timur dan Desa Bua Kabupaten Sinjai
Upacara Marimpa Salo merupakan ritual adat yang sudah berlangsung selama berpuluh-puluh
tahun lamanya dan terus dilestarikan oleh masyarakat masyarakat di Desa
Sanjai-Desa Bua Kecamatan Sinjai Timur-Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai.
Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Sinjai telah
melakukan berbagai upaya pelestarian event budaya ini di antaranya melalui
promosi baik secara langsung maupun melalui media cetak dan elektronik,
penetapan upacara a marimpa salo sebagai salah satu event tahunan budaya di
Kabupaten Sinjai serta melalui dukungan anggaran pelaksanaan kegiatan.
Kegiatan upacara adat
ini bermula dari kebiasaan para leluhur, khususnya Kerajaan Sanjai dan Kerajaan
Bua serta kerajaan sekitarnya bila selepas panen raya tiba, sekelompok
masyarakat melakukan acara ritual di hulu sungai yang biasa disebut Batu Lotong (Batu Hitam) aliran sungai Appareng disebut Ma’timpa Binanga dengan cara Ma’teppo
atau mengeringkan beberapa bagian sungai dan menaburkan ramuan-ramuan dari
kulit kayu dan sejenisnya yang disebut Ma’tuha
Bale yang berarti meracuni ikan-ikan dan sejenisnya untuk memudahkan
penangkapan ikan yang siap untuk disajikan dalam pelaksanaan ritual dan
disantap bersama-sama oleh para tamu sambil menikmati atraksi-atraksi
masyarakat seperti Gendrang Tellue, Pencak Silat Kembang (Baruga), Ma’ssempe dan Ma’pelo
Akan tetapi kegiatan
pesta tersebut sangatlah merugikan masyarakat yang tinggal di sekitarnya sebab
secara alamiah bukan hanya biota sungai yang tercemar bahkan biota laut pun
seperti udang, kepiting, ikan dan ruang (sejenis ikan teri) ikut tercemar. Ternak-ternak masyarakat
di sekitarnya yang menikmati air sungai juga ikut terancam sehingga Raja
Bulo-Bulo bersama dengan lembaga adatnya mengeluarkan aturan dengan melarang
keras melakukan kegiatan Ma’timpa Binanga/Salo dan jika ada yang berani melanggar
akan mendapatkan ganjaran dari Raja dan Penghulu Adat. Namun demikian, masih
ada yang melakukan secara sembunyi-sembunyi sehingga Arung bersama Penghulu Adat melakukan Tudang Sipulung (Ma’bahang) atau
bermusyawarah untuk mencari jalan yang terbaik sehingga kegiatan Ma’timpa Binanga/Salo dengan keputusan adat dirubah menjadi suatu pesta kesyukuran
dengan cara menghalau ikan yang disebut dengan Marimpa Salo yang bermakna suatu bentuk penangkapan ikan air tawar
atau sungai secara turun-temurun dengan cara menghalau ikan dari arah hulu
sungai menuju muara yang diiringi dengan berbagai perahu dengan tabuhan gendang
yang bertalu-talu dan bunyi-bunyian lainnya yang terbuat dari batangan bambu.
Pesta ini merupakan pesta panen syukuran yang dilakukan secara bersama-sama
dengan bergotong royong pada dua desa sebagai ungkapan puji syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas segala bentuk keberhasilan Lao Rumah atau panen padi dan jagung maupun keberhasilan Ma’paenre Bale atau tangkapan ikan bagi
masyarakat nelayan setiap tahunnya.
Pelaksanaan upacara marimpa salo
dilakukan oleh segenap komponen pelaku yang telah ditentukan dalam suatu
musyawarah adat. Komponen-komponen yang dimaksud itu terdiri atas : Arung
(Kepala Desa), Gella (Kepala Kampung), Pabelle, Ponggawa Lopi dan awak perahu,
Pangerang (pengiring musik di atas perahu), Paddareheng/Paddawa-dawa
(orang-orang yang mempersiapkan makanan yang akan disajikan) dan pengatur
upacara(komponen yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan pelaksanaan upacara dan bertanggungjawab atas kesuksesan upacara
tersebut sedangkan yang bertindak sebagai pemimpin upacara/pemimpin doa ritual
adalah Sanro (dukun).
Sebagaimana
halnya pada setiap penyelenggaraan upacara ritual lainnya, pada pelaksanaan
upacara marimpa salo, juga mencakup beberapa tahapan kegiatan, mulai dari tahap
persiapan hingga tahap pelaksanaan.
1 Tahap
Persiapan
Dalam persiapan pelaksanaan upacara
marimpa salo, beberapa hal yang harus dilakukan oleh segenap komponen penyelenggara
agar pelaksanaan upacara marimpa salo dapat berjalan dengan sukses yaitu
1
Mengadakan musyawarah adat untuk
menentukan hari H pelaksanaannya. Pelaksanaan musyawarah adat biasanya di
lakukan sekitar dua minggu sebelum hari H.
2
Bila pembagian tugas kepada segenap
komponen penyelenggara sudah jelas, maka mereka pun sudah harus bekerja dengan
mempersiapkan segala sesuatunya sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
3
Melaksanakan gotong royong di sisi
pinggir sungai bagian muara (tempat pemusatan upacara) seperti membersihkan
sampah, meratakan gundukan tanah tempat upacara.
4
Mendirikan/memsang tenda (baruga
walsuji) di sisi pinggrir sungai bagian muara sepanjang ±30 M sebagai tempat
para tamu/undangan dan warga masyarakat lainnya.
5
Pemancangan dua buah belle untuk
menjebak dan menampung ikan-ikan yang telah dirimpa (dihalau) dari hulu sungai.
6
Mempersiapkan perahu-perahu yang akan
digunakan dalam prosesi marimpa salo.
7
Mempersiapkan perangkat musik tradisional yang akan ditampilkan
maupun yang akan mengiringi pada prosesi marimpa salo.
8
Menyiapkan segala sesuatu yang
berkaitan dengan konsumsi yang akan dihidangkan kepada tamu maupun masyarakat.
2.
Tahap Pelaksanaan
Sebagaimana pada tahap persiapan, maka pada tahap
pelaksanaan upacara marimpa salo pun terdiri atas beberapa tahap yaitu :
a.
3 hari menjelang hari H dilaksanakan
pertunjukan keramaian, seperti pasar malam, pertunjukan tarian dan musik
tradisional, lomba domino, pemutaran film dan acara hiburan lainnya Pada hari H, para
perangkat upacara yang telah diberikan tugas segera mempersiapkan tahap awal
pelaksanaan upacara, terutama mengatur perahu yang akan digunakan dalam prosesi
marimpa salo.
b.
Sebelum prosesi marimpa salo
dilaksanakan, maka terlebih dahulu dilaksanakan ceremonial penjemputan tamu
serta pertunjukan tari dan permainan tradisional dilanjutkan dengan lomba-lomba
yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat pesisir.
c.
Setelah itu, seluruh perangkat
upacara bersama-sama dengan masyarakat dan pengunjung mengikuti prosesi marimpa
salo menuju hulu sungai dengan menggunakan perahu-perahu yang telah disiapkan
dengan dipandu oleh ponggawa lopi dan para awak perahu.
d.
Tahap selanjutnya adalah pemasangan
jaring dan hompong dari dua sisi sungai serta pengaturan perahu dari arah yang
sama dengan lebar sungai.
e.
Setelah tahap pemasangan jaring
selesai, acara inti pun segera dimulai dengan diawali pembacaan mantra dan doa
yang dipimpin oleh sanro agar pelaksanaan upacara marimpa salo dapat terlaksana
dengan lancar serta mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
f.
Tahap selanjutnya adalah kelompok
paggenrang mulai menabuh alat musik berupa gendang dan gong yang dipadukan
dengan alat musik lainnya.
g.
Seiring dengan mulai ditabuhnya alat
musik gendang dan gong, para awak dengan kendali ponggawa lopi mulai
menjalankan perahu secara perlahan dan menarik tali pengikat jaring dan hompong
menuju muara sungai.
h.
Setelah rombongan marimpa salo tiba
di sisi belle dan diperkirakan semua ikan-ikan telah masuk ke dalam belle, maka
pintu belle pun segera ditutup.
i.
Sebagai tahap akhir dari pelaksanaan
upacara marimpa, masyarakat dan pnegunjung beramai-ramai turun ke belle untuk
menangkap ikan. Semua hasil tangkapan yang diperoleh dinaikkan ke darat untuk
selanjutnya dibakar dan dimakan bersama-sama Upacara Marimpa Salo
sebagai suatu tradisi budaya lokal yang sudah dilakukan secara turun-temurun
oleh masyarakat di Desa Sanjai-Desa Bua
Kecamatan Sinjai Timur-Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai, tentunya
mengandung nilai yang diyakini baik oleh masyarakat pendukungnya. Adapun
nilai-nilai yang dimaksud antara lain :
1)
Nilai solidaritas/kebersamaan
Hal ini terlihat ketika pengambilan keputusan mengenai
pelaksanaan upacara marimpa salo yang tidak dilakukan secara sepihak tetapi
melalui suatu pertemuan atau musayawarah dengan melibatkananggota masyarakat
serta pemerintah desa, kelurahan dan instansi terkait. Selain itu, dapat
dilihat sepanjang berlangsungnya upacara terutama ketika prosesi marimpa salo
di mana segenap perangkat upacara dan masyarakat
bersama-sama saling mendukung demi suksesnya penyelenggaraan upacara. Selama
waktu penyelenggaraan upacara, seluruh peserta upacara termasuk pemangku adat
dan para undangan lainnya sama-sama menjaga ketertiban maupun keharmonisan
dengan harapan pelaksanaan upacara dapat berjalan lancar.
2)
Nilai ilmu
Salah satu jenis ilmu/pengetahuan tradisional yang
terkait dengan pelaksanaan upacara tradisional marimpa salo ialah pengetahuan
tentang waktu. Secara tradisional, masyarakat setempat khususnya pendukung
upacara marimpa salo sampai sekarang tetap mempertahankan warisan budaya
leluhur mengenai konsepsi tentang adanya waktu yang dianggap baik di samping
waktu yang dianggap kurang baik.
3)
Nilai religi
Konsep pengetahuan tentang waktu tercermin adanya nilai
religi. Di mana mereka (para pendukung upacara) mempercayai bahwa waktu yang
dianggap paling tepat untuk menyelenggarakan upacara adalah sesudah panen padi.
Mereka percaya bahwa pada saat tersebut keadaan aliran sungai yang akan dilalui
saat prosesi marimpa salo airnya relatif tenang dan jernih. Begitu pula ikan-ikan
yang terdapat di dalamnya diyakini cukup banyak sehingga harapan untuk
menjaring ikan sebanyak-banyaknya sangat terbuka.
4)
Nilai Seni/Estetika
Hal ini terlihat dari aktivitas masyarakat dalam
menghias perahu yang akan digunakan pada upacara marimpa salo dengan maksud
agar upacara dapat berlangsung dengan semarak. Hiasan-hiasan yang terbuat dari
kertas berwarna-warni tersebut dipasang pada bagian atas perahu dengan cara
menghubungkannya dari sisi pinggir perahu ke bagian atas tiang layar. Selain
itu, nilai seni ini tampak dari adanya aktivitas kesenian tradisional yang
ditampilkan dalam setiap pelaksanaan upacara marimpa salo seperti tari
tradisional dan musik tradisional.
5)
Nilai Ekonomi
Upacara marimpa salo adalah kegiatan yang dilakukan
secara gotong-royong dengan melibatkan tidak hanya warga setempat tetapi juga
warga dari desa lainnya. Kondisi seperti tentu merupakan kesempatan yang sangat
baik bagi para pedagang/penjual (khususnya pedagang kaki lima) untuk menjual
dagangannya dan meraup keuntungan.
No comments:
Post a Comment