Sunday, April 29, 2018

BENTENG BALANGNIPA


BENTENG BALANGNIPA
A.    Sejarah Benteng Balangnipa
Gambar terkait
Benteng Balangnipa di didirikan pada tahun 1557 dari persetujuan tiga kerajaan, diantaranya : Bulo-bulo, Tondong dan Lamatti, yang umumnya di kenal dengan nama kerajaan Tellu limppo'e. Pada awal mula pembangunanya, Benteng Balangnipa hanya bermaterial atau terbentuk dari batu gunung yang di padukan dengan lumpur dari sungai tangka yang ketebalan dinding bangunan 'SIWALI REPPA' (Setengah depan). Model dan rangkaian bagunan Benteng Balangnipa tersebut adalah segi empat dan mempunyai empat buah bastion (Pertahanan). Ketika penjajah Belanda ingin menyerang dan menguasai Sinjai, Benteng Balangnipa di jadikan sebagai benteng pertahanan untuk mencegah serangan penjajah Belanda dari perairan Bone.
    Perkelahian Raja-raja dari TELLU LIMPPO'E tersebut dalam menentang agresi Belanda sangat dasyat sebagaimana diceritakan dalam Buku sejarah RUMPA'NA MANGARABOMBANG atau perang Mangarabombang melawan agresi Belanda pada tahun 1859-1961. Karena kekuatan dan peralatan perang kerajaan TELLU LIMPO'E tidak setara dengan peralaratan yang dimiliki oleh Belanda, Benteng Balangnipa akhirnya sukses di rebut oleh prajurit Belanda sekitar tahun 1859 melalui perang MANGARABOMBANG.
    Setelah Belanda menguasai wilayah persatuan kerajaan TELLU LIMPPO'E (Kab. Sinjai Sekarang), Benteng Balangnipa di gunakan untuk mengantisipasi, baik serangan dari orang-orang pribumi persekutuan Kerajaan TELLU LIMPPO'E maupun serangan dari kerajaan lainya. Sekitar tahun 1864 Benteng Balangnipa diperbaharui atau didekorasi ulang oleh Belanda dengan dekorasi atau sentuhan ala arsitektur eropa dan selesai pada sekitar tahun 1868 menghasilkan bentuk seperti saat ini. Benteng Balangnipa sampai saat ini tetap terjaga sebagai salah satu objek peninggalan sejarah kepurbakalaan dan digunakan sebagai Museum dan Pembinaan Budaya dan Arena Seni Budaya Tradisional.
Benteng Balangnipa adalah sebuah peninggalan masa lampau di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan yang ramai dikunjungi warga pada hari libur. Benteng sebagai simbol bersatunya tiga kerajaan dan dijadikan benteng pertahanan bagi kolonial Belanda ini masih menyimpan beragam pesona serta misteri. Benteng Balangnipa yang terletak di Kelurahan Balangnipa, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan ini didirikan pada tahun 1557 oleh tiga kerajaan setempat yakni kerajaan Bulo-bulo, Lamatti dan Tondong yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Tellulimpoe.
Di awal pembangunannya benteng ini terbuat dari bahan batu gunung yang ditempel dengan lumpur dari sungai sebagai alat perekat dan memiliki arsitektur sisi utara dengan luas 49,45 meter, sisi barat 49,10 meter, sisi selatan 30,47 meter, sisi timur 49,27 meter, ketebalan dinding 0,50 meter. Pintu benteng yakni pintu utama selebar 4 meter dengan 2 daun pintu. Selain dijadikan sebagai benteng pertahanan, dahulu kala benteng ini juga dijadikan sebagai pusat adiminstrasi tiga kerajaan karena letaknya yang berada persis di depan pelabuhan kuno Sungai Tangka. Seiring dengan perkembangan zaman benteng ini pun berubah fungsi seperti saat perang maha dahsyat antara Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dan kolonial Belanda bersama sejumlah kerajaan kecil yang berada di bawah naungan Kerajaan Gowa yang kemudian berafiliasi ke kolonial Belanda    
Benteng ini pun turut merasakan dentuman meriam penjajah Belanda hingga akhirnya takluk pada tahun 1859-1961. Benteng ini pun kembali dibangun oleh Belanda dengan arsitektur khas Eropa yang hingga kini bangunannya masih tetap bertahan. Benteng yang berdiri kokoh dengan sejumlah bangunan ala Eropa ini memiliki sejumlah gedung yang dahulunya menjadi pusat administrasi bagi pemerintahan kolonial Belanda. Jika berada di dalam benteng ini maka pengunjung akan merasakan kesejukan di antara pepohonan rindang serta bangunan kokoh peninggalan masa lalu.
Situs Benteng Balangnipa memenuhi kireteria sebagai Cagar Budaya dengan berdasar pada aturan Perundang-undangan Nomor 11 tahun 2010 pada pasal 5 yang menerangkan  bahwa;
a.       Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
Pada saat diusulkan sebagai Situs Cagar Budaya, Benteng Balangnipa yang sudah didirikan sejak Tahun 1557 oleh federasi Kerajaan Tellu Limpoe telah berumur sekitar 460 tahun. Namun bila ditinjau dari segi arsitektur yang masih tetap bertahan dan tampak hingga sekarang, bangunan ini merupakan bangunan hasil rekonstruksi yang dilakukan oleh pihak Belanda pada Tahun 1864 dan selesai pada Tahun 1868.
b.      Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
Kontruksi awal yang berupa susunan Batu Gunung yang direkatkan dengan lumpur dan dengan ketebalan setengah depa, Benteng Balangnipa telah difungsikan oleh Rakyat Tellu Limpoe sebagai tempat musyawarah, pertahanan dan pusat perekonomian dalam kurung waktu Tahun 1557-1859 atau sekitar ± 302 tahun. Renovasi besar-besaran pada bangunan kemudian dilakukan pada masa pendudukan Belanda di Tellu Limpoe, renovasi dimulai pada Tahun 1864 dan selesai pada 1868. Hasil renovasi dengan menggunakan sentuhan arsitektur eropa inilah yang masih bertahan dan tetap dimanfaatkan dengan varian fungsi yang berbeda seperti sebagai pusat pertahan, tempat latihan Militer, Kantor sekaligus Asrama Polisi, Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Sinjai,  hingga saat ini Benteng Balangnipa dipelihara sebagai salah satu bangunan cagar budaya dan dipergunakan sebagai Museum Daerah serta tempat pagelaran seni dan budaya.
c.       Memiliki arti khusus bagi,
1.      Sejarah
Keberadaan Benteng Balangnipa sejak masa Kerajaan Tellu Limpoe hingga setelah Belanda berhasil menduduki wilayah ini, daerah yang pernah menjadi pusat  pemerintahan, pertahanan dan perekonomian masyarakat khususnya  dikawasan timur Sulawesi Selatan ini,  menjadi bukti peradaban sekaligus menjadi saksi sejarah besarnya perjuangan rakyat dalam melawan imprealisme.
2.      Ilmu pengetahuan
Benteng ini merupakan tipe bangunan system pertahanan yang unik dari masa VOC dan menjadi media penelitian bidang Arsitektur, Arkeologi, dan Sejarah.
3.      Pendidikan
Benteng Balangnipa ini dapat menjadi media pembelajaran dan penanaman nilai-nilai perjuangan, nasionalisme, dan patriotesme.
4.      Kebudayaan
Benteng ini menjadi bukti perpaduan unsur-unsur budaya lokal dalam pemilihan lokasi dengan unsur asing (belanda) dari segi Arsitekturnya. Dimasa kini, Benteng Balangnipa juga menjadi salah satu tempat latihan sekaligus pertunjukan kegiatan seni dan budaya bagi masyarakat sekitar yang terus berusaha melestarikan kebudaya daerah mereka.
d.      Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa;
Benteng ini menjadi bukti peradaban masyarakat. melalui sejarah, Benteng yang didirikan oleh persekutuan tiga kerajaan (bulo-bulo, lamati, dan tondong) yang tergabung dalam federasi Kerajaan Tellu Limpoe memberikan gambaran bagaimana hubungan masyarakat dimasa lalu sangatlah harmonis dan demokratis, karena selain sebagai tempat pertahanan benteng ini juga berfungsi sebagai tempat musyawarah. Selain itu, benteng ini menjadi saksi sejarah besarnya perjuangan rakyat dalam melawan imprealisme.
e.   Mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/ atau Struktur Cagar Budaya.
     Di dalam situs Benteng Balangnipa ditemukan beberapa bangunan yang terpisah dan sebagian besar masih utuh sampai saat ini diantaranya seperti; bangunan bekas kantor yang saat ini dimanfaatkan sebagai museum, bangunan dapur, bangunan barak komandan, bangunan barak prajurit, yang dimana keseluruhan bangunan ini terdiri dari berbagai macam unsur seperti; susunan bata sebagai diniding, genteng, kayu dan besi sebagai ornament pelengkap bangunan sebagai tangga, lantai dan jendela. Selain itu terdapat bangunan bekas gudang amunisi yang saat ini sudah tidak beratap, ada pula empat buah bastion yang masing-masing terletak di sudut situs. Masih juga ditemukan beberapa Benda Cagar Budaya yang masih tersisa dan terpelihara sebagai koleksi museum seperti Meriam, koin kuno, kramik dan lain sebagainya.
f.       Menyimpan informasi kegiatan manusia dimasa lalu.
Sebagaimana benteng-benteng pada umumnya yang berfungsi sebagai tempat pertahanan, kehadiran Benteng Balangnipa dalam sejarah sinjai memberikan makna tersendiri yang syarat akan nilai perjuangan dan patriotisme. Selain itu gaya arsitektur eropa yang dimiliki situs ini mempertegas fungsi Benteng Balangnipa dimasa lalu yakni sebagai Tempat Pertahanan
B.     IDENTITAS
Objek                          : Situs
Lokasi                        
     Alamat                    : Jln.  Sungai Tangka
     Kelurahan               : Balangnipa
     Kecamatan              : Sinjai Utara
     Kabupaten              : Sinjai
     Propinsi                   : Sulawesi Selatan
Batas-batas                  : Utara             : Jln. Sungai Tangka
                                      Timur             : Lapangan Sepakbola
                                      Selatan          : Pemukiman Penduduk
                                      Barat             : Jln Anggrek
 Kordinat                     : 05°  7’ 4’’ LS dan 120° 15’ 4” BT
Ketinggian                  : 15 mDPL
C.    DESKRIPSI
Uraian                          : Terletak di kawasan lingkungan yang padat penduduk, Benteng Balangnipa dengan arsitektur eropa yang masih bertahan hingga saat ini tampak  sangat megah, dilihat dari luar dan dari dalam situs. Tidak hanya itu, rentetan sejarah panjang yang telah tertoreh sejak awal berdirinya oleh persekutuan kerajaan lokal yang tergabung dalam federasi Kerajaan Tellu Limpo’e, pada masa itu benteng ini menjadi pusat pemerintahan sekaligus perekonomian dan pertahanan masyarakat. Lalu pada masa penguasaan Belanda benteng ini mengalami renovasi besar-besaran dari segi arsitekturnya. Kemudian masa pendudukan Jepang, selai tempat pertahanan benteng itu juga dijadikan sebagai tempat latihan meliter Tentara Kerakyatan pembentukan Jepang, hingga masuk pada masa pasca kemerdekaan RI yang difungsikan sebagai Tangsi/asrama Polisi kemudian menjadi Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sinjai.  Rentetan perubahan fungsi dan pemanfaatan Benteng Balangnipa ini menjadikan situs ini bukan hanya megah dari segi arsitekturnya saja, melainkan kemegahannya itu juga tampak dari aspek sejarah dan budaya masyarakat khususnya di Kabupaten Sinjai. Dari situ maka sudah sepantasnya jika Benteng Balangnipa ini menjadi kebanggaan bersama yang harus tetap dilestarikan.
            Situs Benteng Balangnipa memiliki luas sekitar 190 m², yang terdiri dari zona inti dan zona penyangga. Zona Inti terdiri dari beberapa bangunan yang masih cukup terawat seperti Bangunan Kantor, Bangunan Barak Komandan, Bangunan Barak Pasukan, Bangunan Dapur, Bangunan Gudang, Bastion dan 5 (lima) buah Sumur, sementara untuk Zona Penyangga terdapat Taman yang ditumbuhi beberapa jenis tanaman. Secara keseluruhan Situs ini berbentuk menyerupai bujur sangkar yang dimana gerbangnya berada disisi Utara, tepat berhadapan langsung dengan Sungai Tangka. Selain itu Situs Benteng Balangnipa dilengkapi dengan 4 (empat) buah Bastion yang terletak  pada masing-masing sudutnya menjadi keunikan tersendiri yang hanya dimiliki oleh beberapa bangunan tua saja yang masih tetap terjaga hingga saat ini.
Ukuran                       :
Panjang           : 49 Meter
            Lebar               : 49 Meter
            Luas                : ± 1,9 Ha
Kondisi Saat ini          : Utuh dan Cukup Terawat
Nilai Penting                 : Situs Benteng Balangnipa Menjadi Bukti Peradaban Manusia, Khususnya di Kabupaten Sinjai. Situs Benteng Balangnipa menjadi Saksi Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia pada Abad ke XVI-XIX. Dari segi Arsitekturnya,  Situs Benteng Balangnipa memiliki keunikan tersendiri dan tergolong Langka.


Wednesday, April 25, 2018

GOJENG


GOJENG/ BATU PAKEGOJENG
 Hasil gambar untuk FOTO GOJENG
Batu Pake berasal dari bahasa setempat yang terdiri atas dua suku kata yaitu batu dan pake yang berarti batu yang dipahat. Sedangkan Gojeng adalah lokasi ditemukannya Batu Pake. Berdasarkan data arkeologis diketahui bahwa pada tempat ini pernah ada aktifitas manusia pada masa lampau. Sebuah sumber lisan masyarakat setempat menyatakan bahwa pendiri Kerajaan Batu Pake, I Baso Batu Pake sebagai raja yang pertama Kerajaan Batu Pake. Pendapat lain mengatakan bahwa awal mula pendiri Kerajaan Batu Pake ialah La Tenri Lallo Manurungnge Ri Wowolonrong yang didampingi oleh istrinya yang bernama Datue Ri Lino kemudian dianugerahi seorang anak laki-laki yang bernama Baso Batu Pake.
Setelah Manurungnge menghilang Baso Batu Pake menggantikan ayahnya sebagai Raja Batu Pake II. Pada masa pemerintahannya Batu Pake tumbuh sebagai kerajaan yang kuat dan sejahtera. Pengembangan geopolitik juga dilakukan sehingga dia mengangkat kerajaan bawahan yaitu melantik Raja Bulo-Bulo yang bernama I Patimang Daeng Tappajang sebagai Raja Bulo-Bulo yang pertama. Walaupun Kerajaan Batu Pake hanya dipimpin oleh dua  raja, namun memegang peranan penting karena merupakan cikal bakal tumbuhnya beberapa kerajaan di Kabupaten Sinjai. Kerajaan tersebut dikenal dengan nama Kerajaan Bulo-Bulo, Lamatti dan Tondong yang ketiganya dikenal dengan istilah Tellulimpoe.
Berdasarkan data arkeologis diketahui bahwa pada tempat ini pernah ada aktifitas manusia pada masa lampau. Sebuah sumber lisan dari masyarakat setempat menyatakan bahwa didaerah ini pernah ada kerajaan besar yang dikenal dengan sebutan Kerajaan Batu Pake, ada yang menyebutkan bahwa Kerajaan Batu Pake dipimpin pertama kali oleh Raja yang Bernama, I Baso Batu Pake, namun Pendapat lain mengatakan bahwa awal mula pendiri Kerajaan Batu Pake ialah La Tenri Lallo Manurungnge Ri Wowolonrong yang didampingi oleh istrinya yang bernama Datue Ri Lino kemudian dianugerahi seorang anak laki-laki yang bernama I Baso Batu Pake.
Selanjutnya, setelah manurungnge atau  La Tenri Lallo menghilang Baso Batu Pake menggantikan ayahnya sebagai Raja Batu Pake II. Pada masa pemerintahannya, barulah Kerajaan Batu Pake tumbuh sebagai Kerajaan yang kuat dan sejahtera. Pengembangan geopolitik juga dilakukan bahkan dikabarkan dia sempat mengukuhkan kerajaan Bulo-bulo sebagai kerajaan bawahan dengan melantik Raja Bulo-Bulo yang bernama I Patimang Daeng Tappajang sebagai Raja Bulo-Bulo yang pertama. Walaupun Kerajaan Batu Pake hanya dipinmpin oleh dua  raja yakni atau  La Tenri Lallo dan anaknya I Baso Batu Pake, namun kerajaan ini memegang peranan penting dalam Sejarah masyarakat Sekitar karena merupakan cikal bakal tumbuh dan berkembangnya beberapa kerajaan di Kabupaten Sinjai seperti Kerajaan Bulo-Bulo, Lamatti dan Tondong yang ketiganya dikenal dengan istilah Tellulimpoe.
Situs Purbakala Batu Pake Gojeng memenuhi kireteria sebagai Cagar Budaya dengan berdasar pada aturan Perundang-undangan Nomor 11 tahun 2010 pada pasal 5 yang menerangkan  bahwa;
a.    Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
Berdasarkan ciri-ciri Arkeologinya, Situs pemakaman ini merupakan warisan tradisi Megalitik.
b.    Mewakili masa gaya paling singkat berusi 50 (lima puluh) tahun;
Kompleks Pekuburan Peti Patu, Lumpang Batu, Batu Dakon, dan Altar Batu yang terdapat di Gojeng merupakan kebiasaan masa lalu masyarakat yang mengandung nilai supranatural dan kreatifitas, salah satu kepercayaan yang menonjol pada masa itu adalah sikap terhadap kehidupan setelah mati. Kepercayaan bahwa orang yang sudah meninggal akan terus hidup didunia arwah dan sangat mempengaruhi kehidupan mereka yang masih hidup menjadi salahsatu pemahaman yang umum dan diyakini oleh manusia sampai mengenal kepercayaan-kepercayaan lain seperti agama Islam dll.
c.    Memiliki arti khusus bagi
1)   Sejarah
Situs Batu Pake Gojeng merupakn warisan megalitik tua yang mengandung sejarah peradaban manusia dimasa lampau, dengan pertanggalan berlangsung sekitar 2500 – 1000 Tahun Sebelum Masehi.
2)   Ilmu Pengetahuan
Situs Batu Pake Gojeng Sebagai sumber informasi fisik mengenai peradaban manusia dimasa silam.
3)   Pendidikan
Situs Batu pake Gojeng menjadi media pembelajaran dan pemahaman nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat yang merupakan salah satu tujuan dari ilmu Arkeologi.
4)   Kebudayaan
Peninggalan megalitik di daerah Gojeng masih jelas memperlihatkan ciri-ciri kearifannya sebagai warisan budaya dari kehidupan terdahulu masyarakat pendukungnya
d.    Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Situs Batu Pake Gojeng merupakan Peninggalan-peninggalan kono dari zaman Purbakala, yang  secara kognitif dan kultural menandai tata nilai , perjalanan sejarah dan tradisi dalam masyarakat, sebagai rekaman dasar pengikat nilai sekaligus bukti dari aktifitas dan pemikiran manusia dimasa sebelumnya. Sebagai rekaman dasar warisan budaya ini tentunya dapat dimanfaatkan untuk kepantingan menggali ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan serta dapat berdampak pada bidang ekonomi dan pariwisata. Sementara itu ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini realistis, mengingat cagar budaya dapat berfungsi untuk memperjelas identitas suatu bangsa karena karena hasil budaya yang khas, dan dimiliki secara kolektif oleh bangsa ini
Ø  Deskripsi
Lokasi ini merupakan lokasi pemakaman Raja Batu Pake Gojeng dan keluarganya. Situs Batu Pake Gojeng berdasarkan ciri-ciri arkeologisnya, situs pemakaman tersebut  bercorak tradisi megalitik. Hal ini dapat diamati pada sistem pembuatan Batu Pake yang dibuat dari batuan dasar (Bed Rock) jenis sedimen lunak. Pahatan tersebut membentuk segi empat. Batu Pake ini umumnya memperlihatkan arah hadap Timur-Barat dengan ukuran yang bervariasi. Tahun 1982 pernah dilakukan ekskavasi dan ditemukan fosil gigi manusia. memperhatikan arah hadap makam ini memberikan indikasi bahwa makam tersebut memperlihatkan bentuk makan pra islam. Beberapa temuan lainnya yang terdapat pada situs ini berupa alat batu dan manik-manik. Temuan pendukung lainnya berupa sumur batu dan lumpang batu yang ditemukan cukup banyak. Lumpang Batu memiliki ukuran yang bervariasi antara 10 sampai 50 cm sedangkan sumur batu yang ditemukan memiliki diameter antara 50 hingga 200 cm setiap lubangnya. Temuan lainnya berupa altar batu yang ditemukan pada sisi utara yang terbuat dari batu dasar  yang dipahat. Peninggalan kebudayaan megalitik Batu Pake gojeng belum diketahui pertanggalannya. Namun, dengan ditemukannya keramik asing telah memberikan petunjuk bahwa situs Batu Pake Gojeng memiliki hubungan dengan dunia luar sejak periode Dinasti Ming.

TARI MADDONGI


TARI MADDONGI
A.    Sejarah Tari Maddongi
Seorang ahli psikologi tentu akan membuat difinisi tari sesuai dengan dasar-dasar ilmu psikologi, seorang ahli antropologi akan membuat batasan tari sesuai dengan disiplin ilmu antropologi, demikian juga dengan ahli sejarah tentu akan membuat difinisi tari sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya yaitu sejarah. Definisi itu semuanya benar sebab semuanya itu dapat dipertanggung jawabkan oleh si pembuat difinisi dengan menempatkan tari pada proporsi ilmu yang di  kuasainya. Jika kita melihat perkembangan tari pada masa lampau sampai sekarang. Tari sudah ada sejak zaman primitif yaitu zaman prasejarah uang berfungsi sebagai pemujaan ritual dari masyarakat yang menganut agama animisme dan dinasmisme,
Untuk menghasilkan koreografi yang sesuai dengan garapan, proses eksplorasi sangatlah dibutuhkan diawali dengan pencarian motif-motif gerak yang akan diolah dan menjadi bahan dasar pembuatan karya tari sehingga menghasilkan pola-pola  gerak yang baru, kemudian gerak yang di kembangkan diolah dengan elemen  dasar tari seperti ruang, tenaga, dan waktu, juga terdapat  pola lantai gerak-gerak oleh penari ditarikan secara bersama (rampak) terfokus, kontras nampak berurutan (canon) dimana di dalamnya terdapat permainan tempo, tekanan, juga level penari baik itu atas medium dan bawah. (Widaryanto 2009 :54).
Kabupaten sinjai tergolong wilayah dengan kekayaan alam yang berlimpah, apabila ditelusuri antara kerajaan-kerajaan yang ada di kabupaten sinjai dimasa lalu, maka nampaklah lebih jelas bahwa ia terjalin dengan tali kekeluargaan yang bahasa bugis disebut sijai artinya sama jahitanya, hal ini lebih diperjelas dengan adanya gagasan lammasiajeng raja lamatti X untuk memperkokoh bersatunya kerajaan bulo-bulo, artinya satu akan keyakinan lamatti dengan bulo-bulo, sehingga setelah wafat beliau di beri gelar puatta matinroe ri Sinjai. Daerah dengan motto sinjai BERSATU (Bersih, Elok, Rapi, Sehat, Aman, Tekun, Unggul) ini, memiliki potensi alam berupa pantai, pegunungan, hutan, dan perkebunan. Kesemuanya menghasilkan hasil bumi yang menguntungkan.
Nilai budaya yang ada di kabupaten sinjai adalah kesenian daerah yaitu seni tari  baik  tari tradisional maupun tari kreasi, tetapi eksistensi tari kreasi di sinjai lebih baik dibandingkan dengan tari tradisionalnya, tari tradisional kabupaten sinjai yaitu tari massellung tana, dan tari kaliao,dan tari kreasi yang di kenal oleh masyarak banyak yaitu tari ma’bulo sipeppa yang di kenal sebagai tari penyambutan,tari pitu-pitu,tari pase’re dan tari ma’dongi.
Tari kreasi adalah bentuk gerak yang di rangkai dalam perpaduan berat gerak tradisi kerakyatan dengan tradisional klasik. Tari kreasi baru terkadang pula dinamakan tari  modern, tari modern sebagai ungkapan  rasa bebas mulai ada gejalanya setelah indonesia merdeka, tapi kebebasan yang dimaksud dalam garapan tari kreasi baru bukan berarti melepaskan diri dari pada pola tradisi, bahkan di kota metropolitan seperti jakarta, pertumbuhan tari kreasi baru berjalan setapak demi setapak,tari kreasi tetap berpatokan pada nilai-nilai tradisi.
Tari kreasi baru atau tarian yang digarap untuk mengungkapkan nilai-nilai baru, baik menggunakan materi lama ataupun baru berdasarkan wilayah adatnya, dapatlah dikatakan perkembangan tidak sepesat atau hidup seperti tari-tari tradisional, hal ini disebabkan karena mansyarakat kita yang mayoritas masih tradisional suatu karya akan budaya tradisinya.
Tari kreasi adalah jenis tari yang koreografinya yang masih bertolak dari tari tradisional atau pengembangan dari pola-pola tari yang sudah ada. Terbentuknya sebuah tari karena di pengaruhi oleh gaya tari dari daerah atau negara lain maupun hasil kreativitas penciptaanya. Tari kreasi pada dasarnya sudah mempunyai dasar tari, namun tari ini mengubah beberapa gerak aslinya menjadi gerak kreasi masa sekarang, maksudnya disesuaikan dengan tuntutan kehidupan sekarang,tapi sebenarnya tidak menghilangkan makna dari tarian awalnya, tetapi tambahan kreasi gerakan diharap lebih memperjelas maksud dan tujuan tari tersebut, tujuannya agar para penikmat tari di saat di pentaskan dapat dengan mudah memahami pesan moral demi tari tersebut.
Tari ma’dongi adalah salah satu tari kreasi baru yang berasal dari kabupaten sinjai, kata ma’dongi berasal dari bahasa bugis, awalan ma- yang bermakna atau berfungsi sebagai kata kerja atau melakukan pekerjaan, dan dongi berarti burung pipit, dalam bahsa bugis dapat kita artikan ma’dongi yaitu menjaga padi dari gangguan burung pipit, atau menghalau burung pipit. Tarian ini menceritakan tentang keseharian para petani yang sedang menghalau burung di sawah, dengan menggunakan sepotong bambu yang panjangnya sekitar 45 cm yang di belah kedua ujungnya sampai pertengahan bambu dan disebut pallepa.[1]
Gerakan-gerakan yang disajikan dalam tari ma’dongi ini unik, sederhana dan relative tidak begitu sulit untuk kita bawakan, tari ma’dongi ini adalah salah satu kreasi karya  Andi Budiarti yang telah menyatu dan menjadi milik masyarakat sinjai yang telah berkembang dan telah mengalami perubahan gerak. Tari ini di pentaskan sebagi hiburan.
Tari ma’dongi ini tercipta karena Andi budiarti terinspirasi dari keseharian para petani di sawah yang giat dan bekerja keras untuk kehidupan mereka, para petani menjaga sawah mereka dari serangan  hama dan burung-burung dengan menggunakan berbagai cara, Tari ma’dongi ini menceritakan tentang kegembiraan para petani yang sedang menghalau burung di sawah dengan menggunakan sepotong bambu yang dibunyikan dan disebut palleppa, gerakan-gerakan yang disajikan dalam tarian ini cukup unik, sederhana dan tidak begitu sulit untuk kita bawakan, didalam tarian ini terdapat ragam gerak proses pembuatan palleppa, yang dimulai dari mengambil bambu, memotong bambu, hingga menggunakan palleppa tersebut untuk menghalau burung.  Tari ma’dongi diciptakan pada bulan februari tahun 1984 oleh Andi budiarti. Ma’dongi berasal dari bahasa bugis, awalan Ma yang bermakna atau berfungsi sebagai kata kerja atau melakukan pekerjaan,dan dongi berarti burung pipit, jadi dapat kita artikan ma’dongi yaitu menjaga padi dari gangguan burung pipit atau menghalau burung pipit[2].
Tari ma’dongi hanyalah sebatas tari pertunjukan yang telah menyatu dan menjadi milik masyarakat kabupaten sinjai, menurut Andi budiarti bahwa “Tarian yang saya ciptakan 27 tahun yang lalu ini dan telah melanglang buana sampai di ibu kota Negara kita, pada saat itu tari ma’dongi dipentaskan dalam rangka porseni antar perguruan tinggi se-Indonesia dan mendapat juara dua, Tari ma’dongi hingga saat ini semakin di kenal oleh masyarakat khususnya masyarakat sinjai, karena keunikan properti hingga gerakan-gerakannya yang relatif tidak begitu sulit untuk kita bawakan.
B.     Bentuk penyajian tari ma’dongi karya Andi Budiarti di Kabupaten Sinjai
1.      Penari
Jumlah penari tari ma’dongi ini tidak terbatas, tetapi biasanya tarian ini paling sering di pentaskan dalam satu kelompok jumlahnya hanya 3 orang, dari indikator tentunya tidak ada persyaratan dari sisi usianyan, apakah penarinya kalangan anak-anak,pemuda, ataupun dewasa.
2.      Properti
Properti merupakan suatu bentuk peralatan penunjang gerak sebagai wujud ekspresi karena identitasnya sebagai alat atau peralatan maka kehadirannya besifat fungsional, dengan demikian upaya penggunaan properti tari lebih berorentasi  pada gerak atau sebagai kebutuhan arti pada gerak atau sebagai tuntutan ekspresi.
        Properti yang digunakan dalam tarian ini adalah, sepotong bambu yang panjangnya sekitar 45 cm, yang dibelah kedua ujungnya, sampai ditenga badan bambu, yang  jika belahan bambutersebut digerakkan atau di petik akan menghasilkan bunyi, dan bambu  ini dinamakan palleppa yang digunakan para petani disawah untuk mengusir burung-burung pipit atau hama yang menyerang sawah mereka.
C.     Biografi PenciptaTari maddongi
Andi budiarti adalah salah satu karya budayawan kabupaten sinjai yang merupakan pencipta tari kreasi yang ada di Kabupaten Sinjai yaitu tari Ma’dongi dan tari pitu-pitu, Andi Budiarti Lahir di Sinjai tanggal 20 Mei 1960 dari pasangan H. Andi Mappaire dan Hj. Andi  Haya, Andi Budiarti adalah anaka ke 11 dari 12 bersaudara,
Andi Budiarti mulai gemar manari sejak berada di taman kanak-kanan hingga ke sekolah dasar tahun 1966 di SD 23 kabupaten Sinjai. Andi Budiarti sering terpilih mewakili sekolah untuk mengikuti lomba-lomba kesenian yang diadakan di Sinjai, Andi Budiarti  tamat sekolah dasar dan Lanjut sekolah menengah tingkat pertama di SMP 1 Negeri Balangnipa Kabupaten Sinjai dan Tamat tahun 1975. Kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah  Pendidikan Guru (SPG) dan selesai pada tahun 1979 Pada tahun 1980 Andi Budiarti terangkat menjadi seorang guru dan mendapat SK penempatan di SD  Negri 123 Tanassang kabupaten Sinjai, pada saat itulah Andi Budiarti  mulai menciptakan sebuah Tari Kreasi yaitu Tari Maddongi dimana Andi Budiarti terinspirasi dari keseharian para petani di sawah yang menjaga padinya dari serangan burung-burung pipit dengan menggunakan Peleppa yaitu sepotong bambu yang panjangnya sekitar 45 cm yang ujungnya dibelah sampai pada pertengahan bambu, dimana Paleppa tersebut dibuat sendiri oleh Ayah Andu Budiarti yaitu H. Andi Mappiare.


[1] Skripsi Nurfitriani, 2011, “Tari maddongi karya  Budiarty di kabupaten sinjai”  Pendidikan Sentrastik UNM,- h. 10
[2]  Skripsi Nurfitriani, 2011, “Tari maddongi karya  Budiarty di kabupaten sinjai”  ,- h. 24

PESTA ADAT MARIMPA SALO

PESTA ADAT MARIMPA SALO Sebagaimana diketahui masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan ditandai oleh banyaknya suku ...